SURAKARTA – Rabu (22/11/2023)
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sunny Ummul Firdaus, membahas fenomena penentuan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang dapat melampaui Upah Minimum Provinsi (UMP) sesuai dengan kondisi daerah dan wilayah. Hal ini diuraikan Sunny dalam konteks formulasi UMP/UMK tahun 2024, yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.
Sunny menjelaskan bahwa penerbitan aturan ini adalah langkah untuk melaksanakan Pasal 88C dan Pasal 88D dalam Pasal 81 angka (28) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Oleh karena itu, perubahan mengenai ketentuan upah minimum di wilayah kabupaten/kota perlu dilakukan.
Tujuan utama dari perubahan ini adalah menjaga daya beli pekerja atau buruh dan stabilitas ekonomi, sambil memperhatikan dinamika perkembangan hubungan industrial. Sunny menekankan bahwa proses perumusan UMP dan UMK melibatkan beberapa indikator, termasuk kebutuhan hidup layak (KHL), inflasi, produktivitas, pengangguran, standar produktivitas, daya saing ekonomi daerah, dan rata-rata upah di sektor industri.
Dalam wawancara dengan Solopos.com, Sunny menjelaskan, “Proses perumusan UMP dan UMK melibatkan beberapa indikator untuk memastikan bahwa besaran upah yang ditetapkan memperhatikan kondisi ekonomi, inflasi, produktivitas, dan kesejahteraan pekerja.”
Kebutuhan hidup layak (KHL) menjadi indikator penting, mencakup biaya hidup minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya. Inflasi juga menjadi pertimbangan karena berpengaruh pada daya beli masyarakat. Peningkatan produktivitas kerja dihubungkan dengan kenaikan UMP/UMK, sementara tingkat pengangguran dijadikan acuan untuk memastikan upah yang mencukupi.
Sunny menyoroti bahwa daya saing ekonomi daerah juga memengaruhi perumusan UMP/UMK. Upah yang terlalu tinggi dapat merugikan daya saing suatu daerah, sementara upah yang terlalu rendah dapat merugikan pekerja. Rata-rata upah di sektor industri menjadi indikator lain yang membantu pemerintah menetapkan UMP/UMK yang seimbang.
“Proses perumusan UMP/UMK merupakan proses yang kompleks dan melibatkan berbagai pertimbangan. Pemerintah dapat berupaya mencapai keseimbangan yang memperhatikan kebutuhan pekerja, keberlanjutan ekonomi, dan kepentingan pengusaha,” tandasnya. Sunny menekankan perlunya konsultasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk pengusaha, serikat pekerja, dan ahli ekonomi, untuk mendapatkan masukan yang lebih luas dalam merumuskan UMP/UMK yang adil dan berkelanjutan.